Kesaktian Pancasila dalam Perspektif Kekinian
Tepat 1 Oktober merupakan
peringatan hari kesaktian Pancasila, tentunya dengan mendengar kesaktian
Pancasila mengingatkan kita kepada memori kolektif historis 55 tahun yang lalu
dimana peristiwa kemanusiaan yang sempat mengguncang politik Indonesia kala
itu. terbunuhnya 6 Jenderal dan 1 perwira pertama oleh sekelompok pasukan membuat kondisi Ibukota secara khusus begitu
mencekam dan diliputi ketakutan yang mendalam. Ada beberapa penamaan istilah yang
diberikan oleh para akademisi serta tokoh bangsa terkait tragedi ini
diantaranya adalah G30S, GESTOK, dan Gestapu. Terlepas dari penamaan tersebut
peristiwa itu tentunya mengubah haluan politik bangsa Indonesia dan membuat
kejatuhan pemerintahan Soekarno (orde lama), bahkan tuduhan komunis sempat
disematkan kepadanya. Adanya desakan dari berbagai pihak dan kondisi negara
yang tidak stabil akibat peristiwa G30 S membuat Soekarno terpaksa mengeluarkan
Surat Perintah (SUPERSEMAR) tahun 1966 yang isinya memberikan mandat kepada
jenderal Soeharto untuk melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu dalam
mengamankan situasi bangsa. Tanpa adanya surat perintah sebenarnya Jend.
Suharto sebagai Pangkopkamtib (Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban) harusnya segera melakukan pengamanan dikarenakan tugas utamanya
adalah memulihkan keamanan negara bila negara dalam keadaan darurat. Namun,
menurut beberapa ahli mengungkap bahwa ada maksud politis dari pembuatan surat
perintah sebelas maret tersebut. Salah satu bentuk tindakan yang dilakukan oleh Soeharto
setelah diberikan surat perintah adalah
membubarkan Partai komunis Indonesia karena ditengarai terlibat dalam aksi G30
S. sebagai informasi bahwa PKI merupakan salah satu partai besar dan memiliki
basis massa yang banyak serta tersebar diberbagai wilayah. Hal ini membuat
kecemburuan dari berbagai pihak. Eksistensi PKI kemudian dihapuskan setelah
disepakatinya TAP MPR No 25 tahun 1966 tentang pelarangan komunis/Marxisme.
Surat perintah dari sukarno membuat Soeharto dengan mudahnya mengambil alih
kekuasaan dari Sukarno. pada 7 Maret 1967 Suharto dilantik sebagai Presiden RI
ke-2.
Kita teringat akan pesan dari
Sukarno yang disampaikannya ketika menghadiri peringatan hari pahlawan 10
November 1961, “ Perjuangaanku lebih mudah karena melawan penjajah, akan tetapi
perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri” Maksud dari ucapan
itu adalah mengingatkan kita akan ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia
setelah merdeka. Ketika di bawah penjajahan, musuh terbesar adalah bangsa
penjajah. Penjajah menjadi musuh Bersama. Namun setelah penjajah pergi bangsa
kita dihadapkan pada berbagai masalah utamnya PERSATUAN.
Akhir-akhir ini kita melihat
beberapa masalah yang terjadi dalam negara kita, munculnya kecurigaan sesama
anak bangsa membuat kita seakan-akan terkotak-kotakan akibat perbedaan
pandangan politik, pendapat, dan sebagainya. Itu sangat jelas kita saksikan
pada media elektronik dan massa.
Sebagai generasi muda yang hidup
di zaman yang lebih modern ini yang segala informasi dapat diakses lewat
genggaman tangan kita melalui gadget yang kita miliki, menjadi tuntutan kepada
kita untuk semakin berpikir kritis dalam mencerna informasi, tidak termakan
berita bohong (Hoax), dan selalu memberikan informasi yang benar kepada orang lain bukan sebaliknya menjadi
penghasut. Dengan melakukan hal tersebut tentunya kita sudah mengamalkan
nilai-nilai Pancasila. Senada dengan hal
tersebut, Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim dalam sambutannya
memperingati hari kesaktian Pancasila yang mengusung tema “INDONESIA MAJU
BERLANDASKAN PANCASILA”. Beliau mengatakan bahwa Pancasila sebagai falsafah
yang menjadi penyambung antara masa lalu dan masa sekarang bangsa kita.
Lilin-lilin Pancasila ditengah krisis pandemic Covid-19 yang melanda bangsa
kita masih terus menyala itu diwujudkan dari pengorbanan tim medis yang tanpa
Lelah merawat dan menangani pasien yang terpapar corona, kita melihat juga
pemimpi-pemimpin kita disektor pemerintahan dan swasta yang berani mengambil
resiko meringankan penderitaan masyarakat, kita juga melihat ribuan pengusaha
kecil yang mengorbankan labanya agar karyawan tidak perlu dilepas sekalipun
pelanggan lenyap, kita melihat pemimpin umat di tempat ibadah yang menggalang
dana untuk membantu rakyat yang kesusahan yang agamanya berbeda dari dirinya,
dan kita melihat para seniman nusantara dalam kondisi terpuruk yang masih
menyelenggarakan pertunjukkan seni secara daring untuk mengingatkan kepada kita
betapa indahnya kebhinekaan Indonesia. Pancasila harus menjadi terang dalam
hati kita masing-masing dalam segala perbuatan besar dan kecil yang bisa kita
lakukan dalam membantu sesama ditengah krisis kesehatan, ekonomi, dan
pembelajaran yang kita alami pada saat ini.
Makassar, 01
Oktober 2020
Irvan
Tandilintin.S.Pd.,Gr.